Musik, Seni yang Menyatukan Generasi
Noonereceiving Musik itu ajaib! Siapa yang menyangka, seni yang satu ini mampu menjembatani berbagai perbedaan, termasuk jarak generasi. Coba bayangkan, satu panggung bisa mempertemukan band senior yang sudah eksis sejak tahun 90-an dengan band baru yang baru nongol di era 2000-an. Contohnya? Kolaborasi epik antara Rif dan Plamboy di panggung Everblast! Di sinilah keajaiban musik bekerja: menghapus sekat-sekat senioritas dan membuat semua orang terhubung lewat irama.
Kang Andi, vokalis Rif, menyebut bahwa musik bukan soal senior-junior, melainkan tentang waktu. Setiap musisi punya momen untuk bersinar. “Kami tumbuh di era 90-an, Plamboy muncul di era 2000-an. Tapi, akhirnya kita bertemu di satu panggung. Itu luar biasa,” ujar Kang Andi. Well, inilah bukti nyata bahwa musik tak pernah mengenal batas waktu.
Plamboy: Dari Pop ke Rock yang “Crossover”
Ngomongin Plamboy, band ini awalnya dikenal dengan genre pop. Tapi, seperti remaja yang baru nemu hobi baru, mereka bereksperimen! Musik mereka kini jadi lebih “keras” dengan sentuhan rock. Rival, salah satu personel Plamboy, bercerita kalau perjalanan musik mereka penuh cerita lucu. Salah satunya, saat final kompetisi, alat sensornya mati! Drummernya sempat panik dan berteriak hal random yang bikin semua orang salah fokus.
“Teriakan itu mungkin yang bikin kita standout,” candanya. Eits, siapa sangka, hal kecil kayak gini malah jadi momen tak terlupakan yang memperkuat karakter mereka sebagai band yang unik.
Rif: Legenda yang Tetap Fleksibel
Kalau ngomongin Rif, siapa sih yang nggak kenal? Band ini jadi soundtrack hidup banyak anak muda di era 90-an. Tapi, jangan salah, meski sudah lebih dari 30 tahun bermusik, mereka tetap adaptif. Personelnya diberi kebebasan untuk eksplorasi solo karier, kayak Magi yang bikin album solo atau Kang Andi yang mulai merilis lagu-lagu balada hasil “renungan” pandemi.
Kang Andi bilang, “Saya bikin lagu dari piano. Kalau mulai dari piano, hasilnya lebih lembut. Beda banget sama Rif yang lebih keras.” Jadi, meski sudah lama di industri, Rif tetap terbuka untuk eksplorasi. Ini pelajaran penting buat kita: jangan takut berubah, tapi tetap jaga identitas.
Musik Bandung: Selalu Jadi Barometer
Bandung nggak cuma terkenal sama kuliner dan hawanya yang adem. Kota ini juga gudangnya musisi berbakat! Dari zaman 90-an dengan dominasi rock dan metal, sekarang scene musik Bandung makin kaya. Band-band dari berbagai genre bermunculan, mulai dari pop, jazz, hingga metal “garang” dari Ujung Berung.
“Ujung Berung sekarang jadi kota metal terbesar,” kata Kang Andi. Jadi, kalau ada yang bilang rock udah mati, orang Bandung pasti jawab, “Siapa bilang?” Musik rock di Bandung justru hidup, berkembang, dan selalu menemukan cara baru untuk relevan.
Kolaborasi: Seni Mengobrak-Abrik Lagu
Kolaborasi antara Rif dan Plamboy di panggung Everblast nggak cuma soal nyanyi bareng. Mereka saling “mengobrak-abrik” lagu satu sama lain. Misalnya, lagu “Raja” milik Rif dimainkan dengan gaya Plamboy, sementara lagu Plamboy dibawakan dengan ciri khas Rif.
“Ini kolaborasi yang menarik. Kita nggak cuma mainin lagu standar, tapi bikin versi baru yang benar-benar fresh,” ujar Rival. Nah, inilah esensi kolaborasi: menyatukan dua gaya yang berbeda untuk menciptakan sesuatu yang unik.
Kesimpulan: Musik Itu Universal
Dari cerita Rif dan Plamboy, kita bisa belajar bahwa musik adalah bahasa universal yang mampu menyatukan siapa saja. Senioritas? Itu cuma mitos kalau kita bicara soal seni. Yang penting adalah semangat untuk terus berkarya, saling belajar, dan berkolaborasi.
Jadi, buat kamu yang mungkin baru mulai bermusik atau sedang merasa “kecil” karena ada senior-senior yang lebih dulu eksis, jangan khawatir! Ingat kata Kang Andi: “Musik bukan soal generasi, ini soal waktu. Waktumu akan datang.”
Leave a Reply